Krisis moneter dan fiskal yang terjadi pada 1998
seolah menggores luka lama yang telah lama sirna. Meski tinggal kenangan, namun
peristiwa itu seakan masih melekat dalam bayangan rakyat bangsa ini, terutama bagi kalangan mahasiswa.
Kala itu, perjuangan demi perjuangan banyak
dilakukan guna menggulingkan kekuasaam tirani yang diniasi oleh kaum mahasiswa.
Kaum intelektual muda secara
berani berteriak, memaksa Soeharto turun dari tonggak kekuasaannya yang tegak
berdiri selama 32 tahun lamanya. Banyak korban berjatuhan akibat aksi para
mahasiswa itu.
Salah satunya Elang Mulya Lesmana, seorang mahasiswa
Universitas Trisakti, Fakultas Arsitektur angkatan 1996. Elang, begitulah ia
kerap dipanggil, remaja berusia 19 tahun yang dikenal sebagai sosok yang ceria
dan pandai.
Malam itu, tepat sehari sebelum tragedi itu terjadi
hujan turun dengan derasnya. Diantara suara rintik air berjatuhan diselingi
dengan suara klakson saling bersahutan. Elang dan Frankie, sahabat karib Elang
berboncengan menuju rumah Elang.
Mereka berencana mengerjakan tugas kuliah bersama. Cukup lama keduanya
mengendarai motor dengan memakai jas hujan, dan banyak terlihat kendaraan yang
lalu lalang di jalan.
Sekitar 30 menit perjalanan, akhirnya mereka sampai
dirumah Elang yang berda di daerah Ciputat, Tangerang. Sesampainya di rumah
Elang, keduanya langsung melepas jas hujan mereka dan memasukkan motor yang mereka
kendara ke ruang garasi Elang.
Tak lama mengeringkan diri, Elang dan sahabatnya menuju kamar Elang untuk mengerjakan tugas. Malam itu
Elang nampak tak seperti biasanya, dirinya yang merupakan sosok yang ceria,
nampak hilang. Ia menjadi sosok
yang pendiam dan suka melamun. Tak hanya itu, ia seperti mengacuhkan pertanyaan
Frankie.
“Oi, Lang.
Tumben kau diam saja sejak kita naik motor ?” Frankie mengawali pembicaraan dengan sebuah
pertanyaan kepada Elang setelah keduanya saling membisu sejak perjalanan ke
rumah Elang.
“Aku baik-baik
saja,” balas Elang yang terlepas dari lamunannya.”Cepatlah
kita selesaikan tugas kita,”
lanjutnya dengan nada sedikit kesal.
“Ya baiklah, aku ingin segera cepat selesai,” sahut Frankie.
Saat Elang dan Frankie mulai mengerjakan tugas hujan
mulai mereda. Tetesnya kini tinggal gerimis, suara dentuman air yang keras
perlahan berubah menjadi dentuman yang halus. Frankie merasakan keanehan lagi
pada diri sahabatnya, Elang yang merupakan salah satu mahasiswa pintar di
Universitasnya tiba-tiba tak bisa menyelesaikan soal yang mudah, bahkan bagi
Frankie saja yang merupakan mahasiswa biasa saja di kampusnya tak kesulitan
dalam menyelesaikannya.
“Fran kau bisa
soal ini,” dengan menyodorkan bukunya.
“Coba aku
lihat,” dilihatnya oleh Frankie soalnya lalu berucap “Tumben kau tak bisa Lang,
biasanya kau tak ada kendala dalam mengerjakan soal seperti ini. Ada apa
denganmu Lang.” Frankie mulai merasa ada yang aneh lagi dari sahabatnya.
“Aku tidak apa,
mungkin karena habis kehujanan, tubuhku merasa sedikit kedinginan dan kurang
bisa fokus.” Balasnya.
Tak hanya itu
saja keganjilan pada diri Elang yang Frankie rasakan, biasanya sahabatnya
sering bercerita dan bergurau, waktu itu hanya diam membisu dan melamun. Berkali-kali
Frankie menyadarkan Elang dari lamunannya, dan bertanya apakah ada masalah,
namun Elang hanya menjawab tidak, dan ia terlihat seperti mengacuhkan
pertanyaan Frankie. Memang malam itu hawa dingin menyelimuti, dan keduanya
habis kehujanan dalam perjalanan kerumah Elang, Frankie mengira jika Elang
hanya tidak enak badan saja dan menghilangkan perasaan cemas terhadap
sahabatnya.
Jam telah
menunjukkan pukul 10, dan keduanya telah menyelesaikan tugasnya. Mereka berniat
untuk mengembalikan tenaga mereka yang telah terkuras seharian itu. Guna
menyongsong hari esok, hari kuliah berlangsung dimana diadakan ujian tengah
semester. Tak lama keduanya diatas kasur mereka dengan cepat berada di negeri
kapuk.
Keesokan harinya
tepat pada tanggal 12 mei, hari begitu cerah. Setelah semalaman hujan
mengguyur, pagi itu embun masih tersisa diantara dedauan dan genangan air masih
terlihat dijalan-jalan. Langit terlihat cerah biru, bersamaan dengan mentari
yang menyinarkan cahayanya dengan terang.
Pukul 9 pagi,
Elang dan Frankie bersiap diri untuk berangkat menuju kampus. Sebelum pergi,
ibunda Elang berpesan kepada keduanya agar hati-hati dalam mengendarai motor.
Mendengar pesan ibundanya, Elang membalas dengan candaan.
“Ma, jangan gitu
dong, Elang kan sudah besar. Jadi malu aku,” canda Elang.
“Kamu ini Lang,
Mamamu berpesan agar hati-hati kamu malah malu.” Jawab ibunda Elang membalas
gurauan putranya .”Cepatlah berangkat, nanti bisa terlambat.” Lanjutnya . Dan
langsung saja mereka berdua berangkat menuju kampus.
Hari itu,
rencananya akan diadakan ujian tengah semester, namun dibatalkan karena seluruh
mahasiswa diharapkan ikut andil bagian dalam demonstrasi di kampus. Elang dan
Frankie memang telah berniat untuk ikut serta dalam aksi damai tersebut. Frankie
langsung mengeluarkan jas almamater yang telah disiapkannya, begitu juga
seharusnya Elang. Tetapi dirinya lupa membawa jas almamater. Frankie melihat
Elang seperti orang yang banyak pikiran, sehingga membuat lupa akan suatu hal.
Frankie
menghampiri Elang dan bertanya, “Kenapa kau Lang ?”
“Aku sepertinya
lupa bawa jas kampus.” Jawabnya cuek sambil mencari-cari jas kampus ditasnya,
namun tidak ketemu juga.
“Sudahlah kalau
kau lupa membawa, nanti kita pinjam saja. Temanku ada yang punya 2.” Ujar
Frankie memberikan solusi. Lalu Frankie meminjamkan jas milik temannya untuk
Elang.
Sebelum ikut
berorasi, Frankie mengajak Elang melihat-lihat proyek kos-kosan orang tua
Frankie yang tengah dibangun tepat disebelah gedung kampus. Tak butuh waktu
lama untuk menempuh lokasi proyek. Dan keduanya menghabiskan waktu sekitar 1
jam untuk melihat proyek yang tengah dibangun itu.
Hari mulai
menjelang siang , matahari memancarkan sinarnya dengan cukup terik. Dan
keduanya hendak kembali ke kampus. Saat hendak menuju kampus pensil Elang
tiba-tiba terjatuh dari tas yang dia bawa. Sontak salah seorang tukang bangunan
yang mengetahui pensil Elang jatuh langsung berteriak sambil berlari menuju
kearah Elang dan Frankie.
“Mas . . . mas
barangnya ada yang jatuh.” Teriak tukang bangunan tersebut dengan berlari.
Elang dan
Frankie langsung balik badan, dan Elang berujar, “Oh, terima kasih pak, maaf
merepotkan.”
“Iya mas, mari
mas,” balas si tukang bangunan itu dan kembali menuju pekerjaannya.
“Pensil ini jadi
benda kenang-kenangan untukku,” ujar Elang. Lalu mereka melanjutkan perjalanan
menuju kampus.
Saat keduanya
melewati sebuah halte didekat kampus, entah mengapa tiba-tiba ada seorang
perempuan yang tengah menangis tersedu-sedu ketika Elang melewatinya. Tapi
keduanya seolah tak perduli dengannya, hanya dianggap seorang yang terganggu
jiwanya oleh Elang maupun Frankie.
Jam telah
menunjukkan pukul 12.30, orasi akhirnya dimulai. Namun ketika orasi tengah
berlangsung, ditengah-tengah parkiran kampus Frankie berjumpa lagi dengan sosok
perempuan gila yang menangis. Diantara rapatnya peserta demo disana, perempuan
itu kembali menangis saat berada di dekat Elang. Tetapi Elang dan Frankie
menghiraukan begitu saja keanehan tersebut, mereka hanya fokus dengan orasi
yang tengah dilaksanakan.
Orasi mulai
memanas, bendera merah putih dikibarkan setengah tiang, lagu Indonesia
dinyanyikan dan pidato-pidato dikumandangkan untuk menegakkan reformasi. Itulah
tuntutan para peserta orasi. Reformasi, penurunan Presiden Soeharto, perbaikan
ekonomi, dan masih banyak hal diungkapkan dalam orasi tersebut. Seluruh peserta
orasi berteriak “Reformasi”, “turunkan soeharto dan antek-anteknya.”
Hari semakin
sore, perlahan seluruh mahasiswa mulai bergerak keluar kampus menuntut untuk
turun ke jalan dengan tujuan menyampaikan aspirasinya di gedung DPR. Namun aksi
para mahasiswa dihadang oleh para aparat keamanan yang mulai berdatangan. Para
aparat membuat barikade dengan tameng dan pentungan yang terdiri dua lapis
barisan.
Hal ini membuat
aksi para mahasiswa terganggu, lalu dilakukan negosiasi antara kedua belah
pihak. 3 jam telah berlalu dan negosiasi
belum membuahkan hasil. Selama 3 jam itu pula para demonstran menghabiskan
waktu di jalanan. Beberapa mahasiswa menyempatkan mengabadikan momen tersebut
dengan berfoto bersama. Tak ketinggalan Frankie juga ingin mengambil foto
bersama dengan Elang dan satu lagi sahabatnya, Adny.
“Ad, Lang, kita
foto dulu yuk !” ucap Frankie terhadap kedua sahabatnya itu.
Lalu mereka
bertiga mengambil foto bersama dengan meminta bantuan salah seorang temannya
yang membawa kamera.
Negosiasi tidak
berhasil dilakukan, aparat memaksa para demonstran untuk kembali menju kampus.
Hal itu membuat orasi memanas, para demonstran menolak untuk kembali menuju
kampus. Para demonstran yang merasa kecewa, mereka mulai memberontak maju
menembus barikade aparat kepolisian. Dilain pihak pada saat yang hampir
bersamaan datang tambahan aparat untuk membantu menghadang para demonstran.
Suasana orasi
semakin memanas, awalnya orasi tersebut yang merupakan aksi damai kini berubah
menjadi sebuah kericuhan. Aparat kepolisian memaksa seluruh peserta orasi
kembali menuju kampus. Aparat
menembakkan gas air mata kepada para demonstran, dan tembakkan peringatan ke
udara. Sontak hal ini membuat para demonstran lari kocar-kacir. Mendengar
sebuah suara tembakan, ribuan mahasiswa serentak berlari menuju kampus.
Para peserta
orasi langsung berlari kembali menuju kampus. Melihat kondisi yang tak
terkendali, Frankie berpesan kepada dua sahabatnya, Elang dan Adny.
“Sepertinya aksi
kita mulai ricuh, aku tak yakin kita bisa kembali bersama ke kampus.” Kata
Frankie, ”Saat kita sudah sampai di kampus, kita akan bertemu di depan pos satpam
dekat gerbang!”
“Ya baiklah,” jawab
Adny dan Elang hanya mengangguk saja.
Setelah Frankie
berpesan pada kedua sahabatnya, ketiganya langsung terpisah akibat keributan
para demonstran yang bergerak kembali menuju kampus.
Lokasi Frankie berada di paling belakang dekat
dengan para polisi, melihat masih banyak mahasiswa yang melewati gerbang
kampus. Frankie berinisiatif untuk memanjat pagar untuk masuk ke kampusnya.
Ketika dalam posisi memanjat, dirinya merasakan rasa panas di perutnya, lalu ia
sadar kalau dirinya tertembak peluru karet para aparat kepolisian.
Setelah berhasil
memasuki kampus, Frankie langsung mencari-cari keberadaan kedua sahabatnya.
Seperti yang dijanjikan ketiganya jika sudah berada di kampus akan bertemu di
pos satpam. Bergegas ia menuju tempat itu, namun hanya dirinya sendiri disana,
tak ada Elang maupun Adny. Tak lama berselang, Adny datang. Adny datang dengan
tergesa-gesa, nafasnya masih terengah-engah tidak karuan.
“Fran . . . aku
mendengar kabar buruk,” ucap Adny dengan membungkuk menyandarkan tangannya pada
lututnya dengan nafasnya terdengar seperti sudah berlarian.”Aku dengar dari temanku,
kalau Frankie tertembak, dan sekarang ia sedang dibawa ke rumah sakit.”
Mendengar
penjelasan Adny, Frankie begitu terkejut. Dengan perasaan kesal Frankie menuju
Rumah Sakit Sumber Waras, dimana semua korban luka dilarikan ke RS itu.
“Tunggu Fran, aku
ikut,” teriak Adny.dan keduanya segera berlari menuju rumah sakit yang tak jauh
dari kampus.
Sesampainya di
rumah sakit itu, Frankie dan Adny langsung mencari-cari sahabat mereka Elang,
setelah ketemu mereka tak percaya dengan apa yang mereka lihat. Disana mereka
menemukan sosok sahabatnya yang telah terbujur kaku dan dingin terbalut kain dengan
terbaring di kamar jenazah.
Disibaknya kain
penutup yang menyelubungi tubuh Elang. Frankie langsung merasa sedih dan
terpukul, melihat jenazah sahabatnya yang telah pergi meninggalkann dirinya.
Tiba-tiba air mata mengalir dari mata Frankie dan membasahi pipinya, ia langsung diam terjatuh
duduk sambil menangisi kepergian sahabatnya . Tak hanya Frankie saja yang
tersedih Adny juga meneteskan air matanya disamping jenazah sahabatnya itu.
Kemudian Frankie
mengecup kening sahabatnya, dengan perasaan tak percaya dengan apa yang telah
terjadi. Sahabat yang telah menghabiskan waktu bersama kemarin sekarang sudah
terbujur dingin dan kaku.
Luka peluru
Elang menembus jantungnya hingga punggung. Peluru tajam ditemukan di dalam tas punggung yang ia bawa. Didalam
tas itu ada sebuah botol parfum yang juga pecah terkena peluru. Parfum itu
sebenarnya ialah kado ulang tahun untuk teman wanitanya yang belum sempat Elang
berikan. Hari itu segenap keluarga besar Universitas Trisakti, merasa terpukul
dengan kepergian salah satu putra terbaiknya, Elang Mulya Lesmana.Tak hanya
Elang saja yang meninggal akibat tragedi itu, ada 3 mahasiswa lain yang menjadi
korban.
Setelah kepergian
4 orang aktivis reformasi. Demosntrasi besar-besaran kembali terjadi, hari demi
hari mahasiswa dan para aktivis reformasi terus melakukan aksi demi
menggulingkan kekuasaan tirani. Kematian Elang tidak membuat para aktivis
menjadi takut, mereka malah semakin berani. Dan akhirnya pada tanggal 18 Mei
mahasiswa berhasil menguasai gedung DPR, dan beberapa hari kemudian mereka berhasil
menjatuhkan kekuasaan kokoh yang berdiri selama 32 tahun lamanya.
Frankie dan
semua keluarga Universitas Trisakti merasa senang, akhirnya upaya mereka
meneriakkan perubahan akhrinya terwujud.
“Elang
sahabatku, pengorbananmu tidak sia-sia. Sekarang kekuasaan tirani telah runtuh
demokrasi telah berhasil kita rebut. Tatanan baru akan segera tercipta.
Reformasi berhasil kita ciptakan. Dengan ini kematianmu akan menjadi sejarah di
massa depan. Kau akan selalu kami kenang.” Itulah ucapan senang Frankie dalam
hatinya.
Lalu setelah
pemimpin baru terpilih, ia memberikan gelar pahlawan kepada Elang. Tak hanya
Elang begitu juga dengan 3 korban tewas lainnya. Mereka berempat dikenang
sebagai Pahlawan Reformasi. Karena atas pengorbanan mereka reformasi bisa
terwujud.
Elang, dia
bukanlah seorang atlet apalagi seorang professor, bukan politikus bukan juga
aktivis Negara. Dirinya hanyalah seorang pemuda berumur 19 tahun, yang telah
tertembak oleh peluru yang dibeli dari uang rakyat ketika dirinya meneriakkan
perubahan dan perbaikan negara republik tercinta dengan tidak mengharapkan
imbalan kepada siapapun atas pengorbanan miliknya yang paling penting, yaitu
sebuah nyawa.
Elang, dirinya
tidak mengharapkan dijadikan seorang pahlawan apalagi untuk dikenang, tetapi
bangsa Indonesia bukanlah bangsa yang benar apabila tidak bisa menghormati jasa
orang yang telah gugur dalam perjuangan dan kepetingan bangsa dan rakyat
banyak.
“Selamat jalan
sahabatku Elang, Engkau telah mengorbankan jiwa dan ragamu demi kepentingan
rakyat, engkau telah mengajarkanku arti mencintai rakyat, kita tak sempat
bertemu di Pos Satpam yang membisu.”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar