Namaku Rendi, aku hanyalah seorang anak desa. Aku anak tunggal, kedua orang tuaku hanya petani yang menggarap sawah orang lain atau yang biasa disebut petani penggarap, karena itu penghasilannya tidak seberapa. Aku bersekolah di Sekolah Menengah Akhir, tepatnya di SMA 2 Tanggulangin. Aku sekarang berusia 17 tahun atau kelas 2 SMA, predikat ketua OSIS sudah kuraih, siswa teladan kugapai. Teringat olehku akan cita-citaku pada saat aku kecil, yang sering ditertawakan oleh teman-teman Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama, bahkan teman temanku sekarang, yang sempat membuatku merasa cita-citaku tersebut tidak mungkin bakal terwujud untuk selamanya. Namun aku sadar bahwa Allah akan memberikan jalan kepada hambanya yang mau berusaha keras dan menjalani perintahnya. Sebagaimana pepatah arab mengatakan Man Jadda Wa Jadda, siapa yang bersungguh-sungguh ia akan berhasil. Itulah kata motivasi yang aku pegang, kata-kata itulah yang membuatku bangkit dari keterpurukan.
“Zaman sekarang mana ada kesuksesan yang tidak memakai uang pelicin, buang semua pemikiran bodohmu itu Ren” ucap Indra temanku kepadaku, karena aku berkata kepadanya bahwa aku ingin kuliah tanpa biaya.
”Tidak semua jalan begitu Ndra, aku yakin tidak semua orang sukses berhasil dengan uang. Banyak juga orang diluar sana yang sukses tanpa melakukan hal yang demikian” jawabku sedikit tegas dengan suara pelan.
”Terserah apa pendapatmu menurutku hanya sedikit saja orang yang bisa sukses tanpa uang sogok, negeri kita ini negeri yang lucu, banyak orang sukses karena sogokan, sedikit saja yang sukses hasil murni” ujar Indra yang membuatku sedikit patah semangat. Ucapan itu juga yang mengakhiri obrolan kami selama 30 menit lamanya.
Bel istirahat berbunyi nyaring, menandakan ada kesempatan untuk mengisi perut yang kosong. Memberikan waktu 15 menit kepada para murid untuk mengisi tenaga untuk pelajaran selanjutnya. Saat itu aku langsung menuju ke ruang BK untuk berkonsultasi dengan guru bimbingan konseling untuk membicarakan harapanku yang sempat sedikit membuatku melupakan harapanku untuk kuliah di kedokteran tanpa biaya. Saat aku hendak ke ruang BK ada seseorang yang memanggil namaku dari belakang.
“Ren, Rendi” mendengar ada yang memanggilku akupun menoleh ke belakang, ternyata itu temanku Fitri.
”Ren besok aku ada undangan motivasi soal kemalasan remaja di aula kabupaten, bisa temani aku gak Ren?” tanya Fitri.
”Hmmmmm” aku berpikir sejenak mengingat apakah aku ada jadwal ada tidak.
”Ayolah Ren, please !“
”Iyalah aku akan datang, bilang saja kalau kamu tidak ingin sendirian disana, oleh karena itu kamu membujukku dengan segitunya, kan?” Tebakku, membuat sahabatku itu tertawa kecil
“Kau bisa saja, iya iya aku akui. Hahaha . . .jemput aku ya”gelaknya.
“Oke lah jam setengah 3 ya aku kerumahmu”
“Siap”
Setelah itu kamipun berpisah, aku menuju ruang BK dan Fitri ke kantin. Sampai di ruang BK aku berkonsultasi kepada guru BK apakah bisa aku yang keadaan ekonominya tergolong kelas menengah bisa membiayai biaya kuliah nanti.
“Kalau kamu memang berkeinginan untuk melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi tapi tidak mempunyai biaya, kamu bisa kuliah melalui jalur SNMPTN, dengan syarat nilai rapot kamu tidak boleh turun dan harus terus naik selama 5 semester”
”Apa tidak ada sekali biaya bu” tanyaku.
“ Insyaallah tidak ada nak, mungkin cuma biaya buat keperluan kamu sehari-hari” jawab guruku yang membuatku lega.
“Apa selama ini nilai saya ada yang turun bu?” tanyaku lagi
“Untuk nilai rapot kamu alhamdulillah belum ada yang turun, tapi nilai harian kamu selama beberapa bulan ini agar turun, mungkin karena kamu sebagai ketua OSIS, tapi kamu jangan patah semangat masih ada kesempatan untuk memperbaiki”
“Bu terima kasih atas info yang ibu berikan sangat membantu saya, saya akan memperbaiki nilai saya yang turun”
“Iya sama-sama”
Beberapa menit bel masuk berbunyi dan akupun mengikuti pelajaran, saat jam 2 siang bel pulangpun berbunyi. Saat pulang aku memikirkan perkataan guru BKku tadi bahwa nilai harianku turun. Keesokannya hari-hari disekolah seperti biasa, bel pulang berbunyi pada pukul 2. Jam menunjukkan pukul 2.30. aku ingat aku ada motivasi mengenai kemalasan remaja di aula kabupaten bersama Fitri. Langsung saja aku berangkat kerumah Fitri dan ke aula kabupaten bersamanya. Setelah sampai disana 5 menit kemudian acara dimulai. Acara motivasi itu sangat memotivasiku, dalam acara itu sang motivator menjelaskan
“Manusia itu bisa diibaratkan sebagai sebuah pisau, ada yang tajam ada juga yang tumpul. Yang tajam itu bagaikan orang yang pintar tetapi yang tumpul itu bagaikan orang biasa saja. Pisau yang tajam tidak digunakan sungguh-sungguh dan tidak pernah diasah tidak akan mampu memotong sebuah kayu, sedang pisau yang tumpul digunakan dengan sungguh-sungguh dan diasah setiap hari maka akan berguna untuk memotong sebuah kayu. Manusia juga seperti itu yang pintar tetapi tidak bersungguh-sungguh dan malas dia tidak akan sukses sedang orang biasa saja yang bersungguh-sungguh dan rajin maka ia pasti akan sukses. Seperti pepatah arab mengatakan Man Jadda Wa Jadda, siapa yang bersungguh-seungguh ia akan berhasil. Dan ingat yang berhasil bukanlah orang yang pintar tapi yang berhasil ialah yang bersungguh-sungguh”
Itulah kata dari motivator yang sangat menginspirasiku. Aku memang bukan tergolong siswa yang pintar aku termasuk siswa yang biasa-biasa saja. Setelah menanamkan dihatiku bahwa yang berhasil adalah yang bersungguh-sungguh itu merubah hidupku. Kini aku semakin rajin belajar, aku belajar secara otodidak karena aku tidak mau merepotkan kedua orang tuaku untuk mengikuti bimbingan belajar di lembaga-lembaga tertentu. Selain belajar aku juga mengimbanginya dengan doa dan ibadah.
Tidak hanya itu mulai sekarang setiap istirahat aku lebih sering ke perpustakaan daripada ke kantin. Meskipun aku menjabat sebagai ketua OSIS yang kegiatanku banyak, alhamdulillah aku masih bisa mengatur waktu belajarku. Selain itu aku juga sering berkonsultasi dengan guru-guru mengenai nialiku.
Aku sedikit merasa sedih sebab selama satu bulan ini nilai harianku belum meningkat. Di dalam hati aku berpikir kenapa masih belum meningkat apa aku kurang belajar atau kurang sungguh-sungguh dalam belajar. Akupun juga bercerita kepada teman-teman tapi teman-teman cuma mengatakan aku cuma kurang beruntung saja. Hal ini terpikirkanku berhari-hari, sampai suatu hari HPku berdering dan ada sebuah pesan dari seseoarang yang namanya Farah. Itulah nama kontak yang mengirim pesan tersebut ke aku. Gadis ini pernah menyukaiku dan mungkin sekarang masih menyukaiku. Tanpa pikir panjang akupun membuka pesan tersebut
“Terkadang sebuah impian mengalami jatuh bangun untuk menguji apakah kita layak untuk mendapatkannya. Tak jarang kita mengalami halangan bahkan kegagalan, namun janganlah menyerah. Allah pasti memberikan jalan kepada hambanya yang bersungguh-sungguh dan bertawakal kepadanya”
Itulah pesan singkat yang membuatku bangkit lagi, dengan pesan dari orang yang menyukaiku tersebut membuatku semakin yakin bila aku bersungguh-sungguh aku pasti bisa kuliah melalui jalur SNMPTN. Setelah itu belajarku semakin aku tambah dan saat menerima rapot aku bersyukur nilaiku mengalami kenaikan. Sampai akhirnya pada kelas 3 SMA nilaiku terus mengalami kenaikan, dan aku merasa bahagia nilai Ujian Nasionalku memuaskan. Guru-guru dan teman-teman mengucapkan selamat kepadaku atas keberhasilanku dan akhirnya aku bisa berkuliah di perguruan tinggi UI melalui jalur undangan. Tidak hanya guru-guru yang bangga kepadaku orang tuaku juga merasa bangga atas prestasi yang kuraih da orang tuaku juga senang bahwa aku tidak perlu membayar dalam melanjutkan pendidikanku.
Selalu ada cara ketika kita berusaha dengan sungguh-sungguh dan dari hati, diiringi pula dengan doa. Jangan pernah menyerah untuk menggapai impianmu, apapun itu, mulai dari kuliah, kerja atau apapun. Selamat berjuang, dunia tidak selalu berpihak, tapi bukan berarti kita boleh menyerah. Sangat inspiratif, terima kasih atas informasinya.
BalasHapus