Sistem ekonomi Indonesia merupakan sebuah model sistem ekonomi yang memadukan elemen-elemen dari berbagai sistem ekonomi, mencerminkan kompleksitas dan keberagaman yang ada di negara Indonesia. Sebagai negara berkembang dengan populasi besar dan kekayaan alam yang melimpah, Indonesia mengadopsi sistem ekonomi campuran dimana pemerintah dan mekanisme pasar berjalan berdampingan untuk mencapai tujuan ekonomi dan sosial yang lebih luas. Selain itu, sistem ini juga dirancang untuk memastikan kesejahteraan yang adil bagi seluruh rakyat.
Pancasila
dan UUD 1945 sebagai dasar negara turut mempengaruhi karakteristik sistem
ekonomi Indonesia. Prinsip-prinsip ini menekankan pada keadilan sosial dan
kesejahteraan bersama, sehingga dalam penerapannya pemerintah akan melakukan
intervensi pasar ketika diperlukan untuk memastikan tujuan-tujuan tersebut
tercapai. Hal ini terlihat dari adanya peran Badan Usaha Milik Negara (BUMN)
dalam sektor-sektor strategis, kebijakan subsisdi untuk kebutuhan dasar, serta
berbagai program sosial yang bertujuan untuk mengurangi kesenjangan ekonomi di
masyarakat.
Secara
historis, sistem ekonomi Indonesia telah mengalami berbagai perubahan yang
signifikan, mulai dari awal masa kemerdekaan, hingga era modern saat ini.
Berikut ringkasan sejarah perkembangan sistem ekonomi Indonesia.
1. Sistem Ekonomi Nasional (1945-1959)
Setelah
kemerdekaan, Indonesia menghadapi tantangan ekonomi besar dengan infrastruktur
yang hancur akibat perang dan ekonomi yang masih bergantung pada sektor
agraris. Indonesia melewati masa perjuangan yang tidak mudah dalam
mempertahankan kemerdekaan dari ancaman kembalinya kolonialisme Belanda.
Dalam
masa-masa genting itu, Indonesia dituntuk mencari bentuk sistem pemerintah dan
ekonomi yang terbaik. Pemulihan ekonomi pun menjadi program utama pemerintahan
Presiden Soekarno pada masa itu. Sebagai jalannya, ditetapkan Sistem Ekonomi
Nasional. Pada periode ini, ekonomi Indonesia berorientasi pada nasionalisasi
aset-aset milik asing dan upaya mandiri dalam membangun perekonomian. Namun,
kondisi politik yang tidak stabil dan keterbatasan sumber daya membuat upaya
ini kurang berhasil.
Di
tengah gejolak tersebut, pada 1947, Kabinet Sjahrir sempat mencanangkan Siasat
Pembangunan Ekonomi dan menunjuk Mohammad Hatta sebagai ketua komitenya. Namun
komite ini belum mampu membuat rencana pembangunan ekonomi yang menyeluruh.
Pada masa itu, anggaran pemerintah tidak mampu mendukung rencana pembangunan
nasional karena belum dapat mengandalkan sistem perpajakan sebagai sumber utama
pendapatan negara.
Selain
itu, pemerintah juga mengalami kesulitan dalam membentuk badan perencanaan
pembangunan dan perbaikan pelayanan masyarakat melalui lembaga birokrasi
ekonomi yang kian meluas. Untuk mengatasi masalah itu, pemerintah kemudian
mencanangkan sejumlah program dan kebijakan ekonomi, seperti Rencana Urgensi
Perekonomian tahun 1951 dan Rencana Lima Tahun atau Rencana Juanda pada 1955.
2. Sistem Ekonomi Demokrasi Terpimpin (1959-1966)
Indonesia
mulai menjalankan sistem demokrasi terpimpin sejak dikeluarkannya Dekrit
Presiden 5 Juli 1959. Di bawah kepemimpinan Presiden Soekarno, Indonesia
menerapkan sistem ekonomi terpimpin di mana negara memiliki kontrol penuh atas
perekonomian.
Pada
masa Demokrasi Terpimpin, lahir Rencana Pembangunan Nasional Semesta Berencana
yang disusun oleh Dewan Perancang Nasional (Depernas). Pada masa Demokrasi
Terpimpin, terdapat sejumlah kebijakan ekonomi yang dijalankan pemerintah,
diantaranya mendorong perusahaan kecil padat karya dan perusahaan industri
dasar di bawah pengelolaan negara.
Pada
tahun 1951, pemerintah mendirikan Bank Industri Negara untuk memfasilitasi
peran negara dalam mengembangkan industri di sektor-sektor yang kurang diminati
oleh swasta dan memerlukan pembiayaan besar, seperti industri pemintalan,
semen, pupuk, serta kimia dan kertas. Namun, sentralisasi ekonomi selama masa
Demokrasi Terpimpin tidak membawa kemajuan, melainkan malah menyebabkan
kemunduran. Akibatnya, pendapatan Indonesia di sektor manufaktur dan jasa
justru menurun. Kemerosotan ekonomi
terjadi bersamaan dengan peningkatan laju inflasi. Pemerintah menghadapi
defisit anggaran dan penurunan tajam dalam cadangan devisa. Krisis ini kemudian
memicu gejolak politik yang akhirnya menyebabkan jatuhnya Soekarno dari
kekuasaan.
3. Sistem Demokrasi Ekonomi (1967-1998)
Setelah
Soekarno lengser, kepemimpinan Indonesia diteruskan oleh Soeharti dalam era
Orde Baru. Pada masa ini, Indonesia mulai menerapkan demokrasi ekonomi dengan
pendekatan yang lebih cenderung kapitalisme. Soeharto memperkenalkan program
pembangunan nasional bertahap, yaitu Pembangunan Jangka Panjang 25 tahun dan
Pembangunan Lima Tahun (Pelita)
Untuk
merealisasikan rencana pembangunan nasional tersebut, pemerintah berusaha
mencari sumber dana besar melalui beberapa langkah seperti :
-
Membuka diri untuk masuknya modal asing
-
Bergabung dengan International Monetary Fund (IMF) untuk mendapat bantuan
keuangan atau utang dari negara lain.
-
Pembebasan bea cukai impor untuk meningkatkan nilai ekspor ke luar negeri.
Pembangunan
infrastruktur besar-besaran dan eksploitasi sumber daya alam menjadi fokus
utama. Meskipun Indonesia mengalami pertumbuhan ekonomi yang pesat, periode ini
juga diwarnai oleh masalah korupsi, nepotisme, dan ketimpangan ekonomi yang meningkat.
Akhirnya pada tahun 1998 terjadi krisis ekonomi dan Indonesia harus menanggung
utang yang besar dan banyak.
4. Sistem Ekonomi Pancasila (1998-kini)
Setelah
runtuhnya Orde Baru, Indonesia memasuki era Reformasi dengan sistem ekonomi
yang lebih demokratis dan desentralisasi, yaitu sistem Ekonomi Pancasila sesuai
dengan UUD 1945. Sistem ekonomi Pancasila menegaskan bahwa arah kebijakan
perekonomian harus mengutamakan kesejahteraan rakyat, bukan invidu.
Garis
besar dalam sistem ekonomi Indonesia tertuang dalam Pasal 33 UUD 1945, yaitu :
-
Perekonomian disusuk sebagai usaha bersama berdasar atas asa kekeluargaan.
-
Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan menguasai hajat hidup orang
banyak dikuasai oleh negara.
-
Bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara
dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya demi kemakmuran rakyat.
Dengan
karakteristik tersebut, Indonesia juga dapat dikatakan menerapkan sistem
ekonomi campuran, namun harus tetap berlandaskan pada nilai-nilai Pancasila dan
UUD 1945.