Tempatnya Berbagai Info Penulis

Senin, 09 Juli 2018

Kaitan Antara Self-Regulated Learning dengan Hasil Belajar Pendidikan Jasmani Adaptif Siswa Tunadaksa



1.    Self-Regulated Learning Siswa Tunadaksa

a.    Karakteristik Self-Regulated Learning Siswa Tunadaksa
1)   Siswa Tunadaksa tanpa Hambatan Inteligensi
     Pada siswa tunadaksa dengan inteligensi normal, potensi untuk menguasai self-regulated learning sama seperti pada siswa normal. Artinya, siswa tunadaksa ini memiliki kemampuan untuk melakukan self-regulated learning dengan baik layaknya siswa normal. Namun dalam praktiknya, siswa tunadaksa memiliki kesempatan yang lebih sedikit untuk mengembangkan self-regulated learning tersebut. Hal ini dikarenakan masalah kesehatan yang dialami siswa tunadaksa atau kontrol lingkungan yang ketat (Ormrod, 2011:353). Akibatnya, kesempatan untuk mengembangkan diri, termasuk mengembangkan self-regulated learning, lebih sedikit dibandingkan siswa normal.
2)   Siswa Tunadaksa dengan Hambatan Inteligensi
Menurut Ormrod (2011:353), karakteristik self-regulated learning siswa tunadaksa dengan hambatan inteligensi adalah sebagai berikut.
a) Sedikit kesempatan untuk mengembangkan self-regulated learning karena permasalahan kesehatan atau kontrol lingkungan yang ketat
b) Rendahnya self-efficacy (yakin pada kemampuan diri) dalam melaksanakan tugas belajar
c) Cenderung melihat teman atau orang lain untuk mendapatkan petunjuk melakukan suatu hal
d)   Target capaian prestasi yang rendah
e)    Sedikit atau tidak ada self-regulated learning
b.    Cara Meningkatkan Self-Regulated Learning Siswa Tunadaksa
1)   Siswa Tunadaksa tanpa Hambatan Inteligensi
Ormrod (2011:353) menunjukkan cara meningkatkan self-regulated learning siswa tunadaksa tanpa hambatan inteligensi sebagai berikut.
a)    Mengajarkan bagaimana cara untuk membentuk kemandirian diri sendiri
b)   Mengajarkan siswa untuk membuat afirmasi positif (misalnya “aku pasti bisa!”) untuk meningkatkan self-efficacy (yakin pada kemampuan diri) sehingga siswa dapat melakukan suatu hal secara mandiri.
2)   Siswa Tunadaksa dengan Hambatan Inteligensi
Berikut adalah cara meningkatkan self-regulated learning siswa tunadaksa dengan hambatan inteligensi (Ormrod, 2011:353).
a)    Membantu (scaffold) siswa dalam menjalani proses belajarnya sehingga meningkatkan keberhasilan siswa dalam belajar.
b)    Memberikan contoh (model) cara belajar yang diharapkan, baik dari guru maupun dari teman sebaya.
c)    Mendorong siswa untuk membuat tujuan belajar yang tinggi namun tetap dapat dicapai secara realistis.
d)   Membantu membentuk kontrol diri dalam belajar dalam rangka mencapai tujuan belajarnya.
Tinggi rendahnya self-regulated learning siswa tunadaksa dipengaruhi jenis kelainan yang diderita, baik secara langsung maupun tidak langsung. Pengaruh secara langsung misalnya berupa hambatan inteligensi pada siswa cerebral palsy yang secara langsung menghambat perkembangan self-regulated learning. Pengaruh secara tidak langsung misalnya karena kondisi kesehatan siswa sehingga siswa harus mengikuti kontrol lingkungan yang ketat dan terbatasnya pengembangan diri.
Cara meningkatkan self-regulated learning pada siswa tunadaksa dimulai dengan memanfaatkan apa yang bisa dilakukan siswa tersebut. Setiap siswa tunadaksa memiliki karakteristik kemampuan dan hambatan yang berbeda sehingga memerlukan cara yang berbeda untuk meningkatkan self-regulated learning sesuai karakteristik tersebut.


2.    Kaitan Antara Self-Regulated Learning dengan Hasil Belajar Pendidikan Jasmani Adaptif Siswa Tunadaksa

Siswa tunadaksa memiliki self-regulated learning walaupun dengan kadar yang berbeda pada masing-masing jenis tunadaksa. Tunadaksa tanpa hambatan inteligensi memiliki potensi self-regulated learning menyamai siswa normal (Ormrod, 2011:353). Sedangkan tunadaksa dengan hambatan inteligensi juga memiliki self-regulated learning meskipun dengan kadar yang sedikit (Ormrod, 2011:353). Adanya self-regulated learning pada siswa tunadaksa dapat diindikasikan dari kemauan dan kemampuan untuk belajar (Woolfolk dkk, 2008:403).
Pendidikan jasmani adaptif merupakan layanan pendidikan jasmani yang didesain khusus bagi siswa berkebutuhan khusus. Dalam pendidikan jasmani adaptif terdapat berbagai aktivitas perkembangan, latihan, permainan, senam, dan olahraga yang disesuaikan minat, kemampuan, dan keterbatasan siswa (The University of the State of New York, 1997:4). Aktivitas-aktivitas ini dijalani oleh siswa sebagai proses belajar untuk mencapai performa jasmani yang lebih baik.
Self-regulated learning melingkupi tiga area, yaitu kognisi, motivasi, dan perilaku (Endedijk, 2006:9). Ketiga area ini, menurut Wolters dkk (2003:6), merupakan fungsi psikologis (psychological functioning). Sementara itu, aktivitas yang terdapat dalam pendidikan jasmani adaptif meliputi aktivitas perkembangan, latihan, permainan, senam, dan olahraga yang didesain sesuai dengan kebutuhan pendidikan jasmani yang unik pada individu-individu (Ping, 2000:3). Aktivitas-aktivitas tersebut merupakan aktivitas dalam ranah fisik.
Self-regulated learning melingkupi tiga area yang berada dalam ranah psikologis. Hal ini berarti tinggi rendahnya self-regulated learning hanya mempengaruhi tiga area ini. Atau dapat dikatakan bahwa self-regulated learning mempengaruhi aspek psikologis. Sedangkan aktivitas-aktivitas yang ada dalam pendidikan jasmani adaptif merupakan aktivitas fisik. Self-regulated learning tidak melingkupi ranah fisik. Berdasarkan uraian di atas, dapat diambil simpulan bahwa antara self-regulated learning dengan hasil belajar pendidikan jasmani adaptif siswa tuna daksa tidak memiliki hubungan atau tingkat hubungannya rendah.


Baca Juga

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Back To Top